Rabu, 23 September 2015

✿ Kisah Anak Penjual Kroto Penghafal Al Quran.


Ini kisah kegigihan bocah penghafal Alquran. Najma Mumtiaz namanya. Bocah 9 tahun ini sehari-hari menghafal Alquran di kios mungil yang terletak di Pasar Cimuncang, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Dan seperti hari-hari sebelumnya, siang itu, Rabu 6 Mei 2015, Najma membaca Alquran kecil di tangan kanannya. Setelah itu mulutnya komat-kamit menghafal ayat yang baru saja dibaca. “Teruskan, Nak,” kata Ibunda Najma, Dian Marlina.

Najma merupakan siswi kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah Panyocokan, Wanasari, Kabupaten Bandung. Bocah berhijab itu juga menjadi santri Rumah Tahfidz Mifaro (Min Fadhli Rabbi), asuhan Ustadz Muhammad Rizaldi Syahputra dan istrinya, Ghina Fathonah. “Baru 5 juz,” jawab Najma, saat ditanya jumlah hafalan Alqurannya.

Bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Dian Marlina-Darajat, ini mengaku bisa membaca Alquran karena diajari sang bunda. “Terus menghafal sama Bunda Ghina,” tambah dia.

Sepulang sekolah, sdik dari Ilmi Fauziyat (15) ini biasanya membantu orangtuanya di kios yang menjual alat dan umpan mancing seperti kroto, pelet, dan telur. Saat senggang, Najma duduk di bangku sambil membaca dan menghafal Alquran.

Dalam sehari, Najma mampu menghafal 1 halaman. Dia punya target. Sudah khatam hafalan 30 juz ketika masuk Madrasah Tsanawiyah (MTs). Selain menghafal Alquran, bocah ini juga bercita-cita menjadi ustazah. “Ingin jadi ustadzah, punya pesantren,” ujar Najma.


Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin

“Bila kau tak tahan lelahnya belajar maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan” (Imam Syafi’i)


 
;